Saat ini Dexa adalah rising star dalam industri farmasi nasional. Didirikan di Palembang pada 1969 oleh seorang apoteker, Rudy
Sutikno, mulanya Dexa hanya melayani pasar setempat. Namun, semenjak
Dexa dikelola oleh putra sulung Rudy, Ferry A. Sutikno–ia
bergabung pada 1993–bisnis Dexa langsung melejit. Ferry adalah alumnus
Teknik Kimia ITB, yang juga menyandang gelar master teknik kimia dan MBA dari dua universitas di AS: Universitas Washington dan Universitas Pittsburg. Ketika Ferry baru bergabung, Dexa berada di
peringkat ke-25 dari 160 perusahaan farmasi nasional. Kini, untuk produk ethicalnya, Dexa telah menempati peringkat ke-2. “Namun, untuk produk farmasi secara keseluruhan, Dexa masih menempati peringkat ke-3 secara nasional,” ungkap Ferry. Di bawah Ferry, pada 1995 Dexa mendirikan perusahaan distribusi PT Anugrah Argon Medica. Lewat perusahaannya ini, Ferry berhasil memperluas pasar hingga ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Vietnam, serta Hong Kong, Yaman, Pakistan, dan Nigeria. Untuk pengembangan usaha, Ferry juga mendirikan pabrik farmasi PT Ferron Par Pharmaceutical di kawasan Cikarang. Dengan strategi diferensiasinya, pabrik ini memproduksi obat untuk segmen menengah-bawah dan menengah-atas. Pada Juli 2004, Dexa memberikan lisensi untuk memproduksi dan mendistribusikan produknya, Glano SR, ke perusahaan farmasi asing, GlaxoSmithKline. Glano SR adalah obat ethical untuk mengatasi rinitis dan hidung tersumbat. Kemudian Oktober 2004, Dexa juga memberikan lisensi serupa untuk produk obat ethical oral dan injeksi ke perusahaan farmasi asing, PT Alpharma. Kini Dexa memiliki 1.600 karyawan, 200-an item produk obat-obatan ethical, dengan tingkat utilisasi pabrik 75%. “Untuk industri farmasi, tingkat utilisasi itu sudah cukup tinggi karena pabrik harus dibersihkan,” tukas Ferry.
Kekuatan:1. Ferry dikenal amat visioner dan menerapkan prinsip-prinsip bisnis modern di Grup Dexa.2. Subsidi silang antara obat-obatan berharga murah, seperti Dexacab, dengan obat-obatan yang berharga mahal, seperti obat kanker. 3. Memiliki jaringan distribusi sendiri. 4. Diferensiasi produk yang amat beragam.
Kelemahan:
peringkat ke-25 dari 160 perusahaan farmasi nasional. Kini, untuk produk ethicalnya, Dexa telah menempati peringkat ke-2. “Namun, untuk produk farmasi secara keseluruhan, Dexa masih menempati peringkat ke-3 secara nasional,” ungkap Ferry. Di bawah Ferry, pada 1995 Dexa mendirikan perusahaan distribusi PT Anugrah Argon Medica. Lewat perusahaannya ini, Ferry berhasil memperluas pasar hingga ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, dan Vietnam, serta Hong Kong, Yaman, Pakistan, dan Nigeria. Untuk pengembangan usaha, Ferry juga mendirikan pabrik farmasi PT Ferron Par Pharmaceutical di kawasan Cikarang. Dengan strategi diferensiasinya, pabrik ini memproduksi obat untuk segmen menengah-bawah dan menengah-atas. Pada Juli 2004, Dexa memberikan lisensi untuk memproduksi dan mendistribusikan produknya, Glano SR, ke perusahaan farmasi asing, GlaxoSmithKline. Glano SR adalah obat ethical untuk mengatasi rinitis dan hidung tersumbat. Kemudian Oktober 2004, Dexa juga memberikan lisensi serupa untuk produk obat ethical oral dan injeksi ke perusahaan farmasi asing, PT Alpharma. Kini Dexa memiliki 1.600 karyawan, 200-an item produk obat-obatan ethical, dengan tingkat utilisasi pabrik 75%. “Untuk industri farmasi, tingkat utilisasi itu sudah cukup tinggi karena pabrik harus dibersihkan,” tukas Ferry.
Kekuatan:1. Ferry dikenal amat visioner dan menerapkan prinsip-prinsip bisnis modern di Grup Dexa.2. Subsidi silang antara obat-obatan berharga murah, seperti Dexacab, dengan obat-obatan yang berharga mahal, seperti obat kanker. 3. Memiliki jaringan distribusi sendiri. 4. Diferensiasi produk yang amat beragam.
Kelemahan:
1. Terlalu fokus pada produk obat-obatan ethical dengan range produk yang amat luas.
0 komentar:
Posting Komentar