DIAGNOSA BISNIS APOTEK
Bisnis apotek perlu dipastikan kesehatannya. Agar ia bisa dikatakan sehat, maka harus dilakukan diagnosa. Menurut Medicine.net.com,
 diagnosa dapat diterjemahkan sebagai identifikasi sebuah penyakit untuk
 mengambil kesimpulan atau keputusan yang ingin dicapai. Dengan 
demikian, apabila dilakukan tindakan diagnosa terhadap bisnis apotek itu
 sama artinya dengan mengidentifikasi penyakit – penyakit dalam tubuh 
bisnis apotek, sehingga dapat diambil kesimpulan atau keputusan terkait 
tujuan yang ingin dicapai dari bisnis tersebut. Seperti layaknya sebuah 
diagnosa, maka harus ditentukan pula standar –standar tertentu agar 
sebuah bisnis apotek dikatakan sehat. Apa saja standarnya ? Menurut 
saya, secara umum hanya ada 2 standar saja untuk menilai diagnosa bisnis
 apotek ini layak dikatakan sehat atau dalam posisi pesakitan, yakni : 
standar bisnis dan pelayanan. 
STANDAR BISNIS
Standar bisnis yang ditekankan disini, saya batasi pada perspective financial saja terlebih dahulu. Tujuan perspectif financial adalah profit improvement. Untuk menilai profit improvement ini dapat dilihat dari 3 basis berikut ini : revenue growth (pertumbuhan pendapatan), productivity (produktivitas), dan asset maximalization (maksimalisasi aset apotek). Jika diibaratkan dalam sistem jantung manusia, revenue growth ibarat jantung itu sendiri, productivity diibaratkan kemampuan jantung dalam memompa darah dan asset maximalization merupakan kapiler / pipa pembuluh darah di seluruh tubuh manusia itu sendiri.
Misalnya : dari data terlihat bahwa revenue growth turun, padahal productivity dan asset maximalization-nya
 baik, berarti kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ 
jantungnya saja. Hal ini bisa saja terjadi mungkin karena aliran darah 
penjualan menurun, maka solusinya adalah dengan memperbaiki kinerja 
aliran darah penjualan saja. 
Dengan seperti itu tidak perlu buka jendela, dan tunjuk hidung bahwa faktor eksternal adalah penyebab kegagalan.
STANDAR PELAYANAN
Standar pelayanan sebenarnya merupakan business support
 dalam bisnis apotek yang sesekali terkadang juga perlu untuk 
didiagnosa. Beberapa hal berikut bisa diandalkan dalam menilai 
pelayanan, yakni : service level (waktu tunggu, ketersediaan produk, dll..), customer complaint, customer satisfaction.
 Saya punya certita menarik juga terkait hal ini, pernah seorang rekan 
mengeluhkan pada saya bahwa pasien resep di bisnis apoteknya punya 
market yang bagus. Namun banyak sekali yang komplain dikarenakan waktu 
tunggu peracikan resep lumayan lama. Ia sudah berusaha mengutarakan ke 
pasien untuk bersabar, tapi kelihatannya pasien kurang puas. ”Lantas, 
harus bagaimana ini ?” begitu kira – kira ia bertanya. Terlihat sekali, 
bahwa pasien memberikan komplain yang terkait masalah pelayanan. 
Nah...jika akar masalahnya adalah waktu, maka yang harus dibenahi juga 
harus waktunya. Beberapa hal ini mungkin perlu didiagnosa, yaitu rata – 
rata kecekatan petugas racik untuk membuat satu buah resep. Jika 
ternyata ini adalah masalahnya, maka para juru racik harus ditingkatkan skill-nya, atau bahkan jika perlu investasi alat. Jika ini sudah clear, saya sarankan kepada rekan tersebut untuk segera menempelkan sebuah tagline
 baru di dekat ruang tunggu pasien yang bunyinya ”Racikan per resep = 15
 menit”. Bahkan saya sarankan juga, jika ingin memberikan special over, tagline
 tersebut bisa dibikin lebih bombastis lagi, menjadi seperti ini 
”Racikan per resep = 15 menit, atau gratis teh botol untuk kelebihannya 
!”. Jika demikian, maka komplain pelayanan dijamin akan berkurang. 
Karena pasien mendapatkan sebuah kepastian. Namun jika pasien hanya di 
kasih pengertian untuk bersabar, wadow...persepsi orang saat ini kan...sabar = lambat. 
Langkah diagnosa ini sangat
 diperlukan sekali, jangan sampai terlambat !. Sudah dalam kondisi 
sekarat baru sadar kalau bersarang sebuah penyakit bisnis yang 
menggerogoti nyawa bisnis apotek yang dijalankan, ini sangat 
disayangkan. Bahkan, bila hasil diagnosa ternyata bisnis apotek anda 
dalam kondisi prima, segera pacu agar berlari lebih kencang lagi. 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar