BUKA BERARTI MEMBELI?? UDAH GAK JAMAN !!!
UPADATE HARGA JUAL OBAT PER JULI 2017
ASLI BERARTI MEMBELI...ITU YANG BENER !!!
UPADATE HARGA JUAL OBAT PER JULI 2017
ASLI BERARTI MEMBELI...ITU YANG BENER !!!
AYO JUAL OBAT ONLINE APOTEK PEDAGANG BESAR FARMASI
AYO JUAL OBAT ONLINE APOTEK PEDAGANG BESAR FARMASI
YANG PUNYA APOTEK, APOTEK PANEL, RUMAH SAKIT ATAU TOKO OBAT SILAHKAN MASUK..LIAT HARGA DAN BANDINGKAN
BOLEH
DI BANDINGIN ISI, SEGEL, DAN FAKTUR YANG DI JUAL DI ONLINE APOTEK
PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN OBAT DARI K24, CENTURY ATAUPUN APOTEK
& RUMAH SAKIT TERNAMA..SILAHKAN CEK BUKA DAN LIAT EXPIRED DATE NYA
UNTUK
DIBANDINGKAN, KALO KITA JUAL OBAT YANG PALSU GAUSAH BAYAR & KALO
OBAT
YANG KITA JUAL ASLI SILAHKAN ANGKUT
UPDATE HARGA JUAL OBAT PER JULI 2017
TRAJENTA FCT 5 MG : Rp. 300.000/box (min. 3 box)
DOLOFEN : Rp. 58.000 / box (min. 10 box)
SCANAFLAM 25 MG : Rp. 45.500 / box (min. 10 box)
SCANAFLAM 50 MG : Rp. 74.000 / box (min. 10 box)
SCANDERMA : Rp. 14.000 / tube (min. 36 tube)
SCANDERMA PLUS : Rp. 21.000 / tube (min. 36 tube)
LANAVEN : Rp. 575.000 / box (min. 3 box)
LESICHOL 300 : Rp. 435.000 / box (min. 3 box)
LESICHOL 600 : Rp. 365.000 (min. 3 box)
PROVITAL PLUS : Rp 196.000 (min. 3 box)
untuk item lengkap dari ferron, mepro, guardian, novell, boehringer, abbott, sanofi, dll akan kami email kan..cukup wa email anda ke 0812 9090 0505
*HARGA SUDAH TERMASUK HNA + PPN DISERTAKAN FAKTUR PENJUALAN RESMI
*CASH ON DELIVERY UNTUK WILAYAH JADETABEK & KAB. BEKASI
*MELAYANI PENGIRIMAN LUAR KOTA
BUKTI KIRIM KIRIM
KAB. BEKASI (CIKARANG)
KOTA BANDUNG
BUKTI FAKTUR PENJUALAN RESMI BERIZIN
BUKTI FAKTUR PENJUALAN RESMI BERIZIN
-alamat:
JL. SERMA MARJUKI NO. 72, BEKASI SELATAN
PERUM BINTARA JAYA PERMAI BLOK C 22, BEKASI BARAT
CP : 081290900505 ( RIZKY )
AYO JUAL OBAT ONLINE APOTEK PEDAGANG BESAR FARMASI
AYO JUAL OBAT ONLINE APOTEK PEDAGANG BESAR FARMASI
YANG PUNYA APOTEK, APOTEK PANEL, RUMAH SAKIT ATAU TOKO OBAT SILAHKAN MASUK..LIAT HARGA DAN BANDINGKAN
Telur emas pertumbuhan ekonomi nampaknya sedang berkiblat ke Asia. China, India dan Korea sebagai motor penggeraknya, mengakibatkan Asia saat ini tak boleh dipandang sebelah mata. China dengan nilai pertumbuhan ekonominya sebesar 10,5 % dan India 9,7 % di tahun 2010 merupakan rekor yang patut diapresiasi dibanding dengan 2 negara adidaya lainnya, Amerika dan Jepang yang hanya memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 2 %.
BAGAIMANA INDONESIA ?
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar
230 juta dan menempati posisi no.4 terbanyak dunia memang sebuah pangsa
pasar yang prospektif bagi para pebisnis. Data Komite Ekonomi Nasional
menyebutkan, dengan nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 6 % di tahun 2010
maka akan terjadi akselerasi pada golongan strata ekonomi masyarakat
Indonesia. Adanya cadangan devisa negara Indonesia sebesar 86,55 Miliar
USD di tahun 2010, diharapkan akan mendorong lebih banyak lagi perbaikan
infrastruktur dan kesejahteraan yang dikenyam masyarakat Indonesia di
2011. Nilai pertumbuhan ekonomi sebesar 6 % tersebut telah mampu
menggenjot terciptanya lapangan pekerjaan sebesar 2,1 juta penduduk.
Tidak hanya itu saja, GDP Indonesia di tahun 2010 sudah mencapai 2962
USD dan diperkirakan di tahun 2011 ini akan melewati angka 3000 USD.
Melalui data ini, maka dapat diambil sebuah kesimpulan yang sederhana
bahwa akan banyak golongan strata ekonomi menengah baru di Indonesia.
Hal ini tentu buah dari meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia.
Pertumbuhan strata ekonomi golongan menengah ini tentu akan mengkreasi
adanya permintaan – permintaan di segala bidang. Ditambah lagi, kondisi
ini akan meningkatkan kesejahteraan strata ekonomi bawah juga (walaupun
tentu tidak semuanya !).
DAMPAKNYA BAGI KESEJAHTERAAN KESEHATAN MASYARAKAT ?
Beruntunglah nilai inflasi kesehatan
Indonesia sampai dengan November 2010 hanya 2,03. Nilai terendah
dibanding dengan komoditi lainnya, semisal : komoditi sandang, bahan
makanan, makanan jadi, dan perumahan. Nilai inflasi selalu identik
dengan kenaikan harga barang atau jasa yang menjadi kebutuhan pokok
masyarakat. Inflasi juga identik dengan menurunnya nilai mata uang suatu negara. Melihat data secara YOY (Year On Year),
sejak tahun 2008 nilai inflasi di komoditi kesehatan cenderung menurun
dan tahun 2010 merupakan titik terendah semenjak 2006. Hal ini berarti
akan berimbas pada bertumbuhnya kemampuan masyarakat Indonesia untuk
mengakses permintaan di bidang kesehatan. Terlebih pada golongan
msyarakat dengan strata ekonomi menengah, tentu akan berbondong –
bondong untuk memperbaiki kebutuhan kesehatannya.
BAGAIMANA BISNIS OBAT DI INDONESIA ?
Disebutkan bahwa penjualan
obat di Indonesia mencapai angka 38T selama 2010 tumbuh sebesar 12 %
dibanding 2009, dengan komposisi 65 % merupakan hasil kontribusi dari
obat ethical dan 35 % merupakan kontribusi dari obat OTC (Over The Counter
/ Obat Bebas). Nilai penjualan obat diprediksi akan naik di tahun 2011
sebesar 13 %. Tingginya persentase penjualan obat ethical ini tentu
lebih banyak terserap di sektor rumah sakit, yang sampai tahun 2010
jumlahnya mencapai 1.523. Pada rumah sakit
pemerintah, penyerapan obat generik di tahun 2010 mencapai 57,8 % dan di
puskesmas lebih dari 96 %. Sedangkan data jumlah tenaga kesehatan yang
aktif sampai 2010, dokter sebanyak 3020 dan bidan sebanyak 10.175.
Melihat kondisi ini, penjualan obat generik untuk fase 2011 tentu akan
lebih bagus prospeknya. Hal ini dapat dipahami bahwa harga obat generik
masih pada harga yang konstan, dan hanya sedikit yang mengalami
penurunan harga serta beberapa obat generik lainnya malah mengalami
kenaikan harga. Adanya peningkatan jumlah rumah sakit dan klinik juga
merupakan kontribusi terhadap kenaikan penjualan obat ethical di periode
2010. Belum lagi adanya peningkatan usia lanjut di Indonesia, serta
bencana alam yang nyaris berlangsung selama tahun 2010 juga merupakan
kontributor terhadap kenaikan penjualan bisnis obat di Indonesia. Di
tahun 2011, tentu bisnis penjualan obat akan lebih bergairah lagi karena
didukung adanya isu bahwa beberapa obat paten akan habis masa patennya.
Kue pertumbuhan
bisnis obat OTC sebenarnya lebih dipicu oleh adanya saluran distribusi
yang semakin mendekati ring 3 (area pinggiran), sehingga menimbulkan
pertumbuhan jumlah apotek yang merangsek ke area tersebut. Pertumbuhan modern market juga menyumbang peningkatan penjualan OTC, dimana biasanya tak jarang di modern market telah tersedia gerai farmasi yang lebih banyak menampilkan obat – obat OTC maupun suplemen.
BAGAIMANA TERAWANGAN BISNIS APOTEK INDONESIA DI 2011 ?
Jumlah apotek di seluruh
Indonesia, menurut data terakhir per awal tahun 2010 sebanyak 12.774
buah. Dari data tersebut, penyebaran terpadat ada di Jawa Barat sebesar
18 % dan terenggang ada di Maluku Utara 0,3 %. Dua kota dengan tingkat
penyebaran moderat adalah Riau dan Yogyakarta dengan nilai masing –
masing 3 %. Market share yang ada sangat jelas, bahwa total penduduk
Indonesia 230 juta jiwa. Dari angka ini, secara berurutan penduduk
terpadat ada di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bila dibuat
sebuah nilai rerata, 1 apotek di Jawa Barat akan melayani sekitar 15.420
orang, 1 apotek di Jawa Timur akan melayani sekitar 21.931 orang dan 1
apotek di Jawa Tengah akan melayani 20.109 orang. Namun data ini tentu
harus dipertajam lagi, mengingat adanya penyebaran penduduk yang tidak
sama antar satu kota dengan kota lainnya. Adanya bisnis apotek, tentu
harus ditopang PBF (Pedagang Besar Farmasi) sebagai supplier-nya.
Di Jawa Barat sendiri total PBF resmi yang tercatat di data GP Farmasi
berjumlah 262 perusahaan, Jawa Timur 250 perusahaan, Jawa Tengah 272
perusahaan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 55 perusahaan, dan Riau 69
perusahaan. Mengingat sistem coverage area (jangkauan) sebuah PBF
biasanya lintas kabupaten / kotamadya, maka untuk daerah Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah tentu memiliki ragam pilihan untuk
menyelaraskan suplai obat sesuai dengan kebutuhan apotek, baik itu
terkait harga, diskon, pengiriman, jadwal kunjungan salesman, dll.
Sedangkan untuk DIY, walaupun hanya ada 55 PBF, namun realita di
lapangan ada beberapa PBF dari luar DIY yang melakukan crossing sales
ke area ini. Dengan demikian, secara keseluruhan suplai untuk apotek di
DIY juga tidak masalah. Untuk Riau, hanya perlu penyesuaian waktu untuk
masalah suplai, karena area di pinggiran (ring 3) biasanya akan
menggunakan sistem bi-weekly maupun monthly untuk pola suplai obat dari PBF. Dan tak jarang pola canvas masih sering digunakan.
KE MANA ARAH BISNIS APOTEK INDONESIA DI 2011 ?
EKSTERNAL
Seiring adanya perbaikan daya beli masyarakat dan tumbuhnya ekonomi pada strata menengah akan berimbas pada terciptanya demand
baru di bisnis kesehatan, termasuk bisnis apotek. Pada kondisi yang
demikian, akan ada pergeseran paradigma dari pelayanan medis (medical care) ke pemeliharaan kesehatan (health care), sehingga setiap upaya kesehatan, kedepannya akan lebih menonjolkan upaya pencegahan (preventive) dan peningkatan (promotive). Hal inipun sudah terhembus di tahun 2010, dengan membanjirnya produk – produk nutriceutical.
Masyarakat juga akan bertindak preventive
melalui cek laboratorium terhadap marker – marker yang berpotensi
terjadinya penyakit, semisal : kolesterol, gula darah, dll. Dengan
demikian, adanya layanan ini tentu akan menambah eksis bisnis apotek di
2011.
Seiring meningkatnya usia lanjut dan pasien berpenyakit degeneratif di Indonesia memunculkan ide adanya home health care patient. Segmen ini juga merupakan potensi untuk memunculkan peningkatan upaya kesehatan (promotive). Dan bila melihat tren di 2010, masih jarang bisnis apotek yang menyentuh masalah ini.
Adanya
jaminan kesehatan sampai 2010 dimana 56 % dari total penduduk Indonesia
telah berpartisipasi di dalamnya, dengan komposisi 60 % merupakan
JamKesMas, diikuti dengan JamKesDa, JamSosTek, Askes, Asuransi Swasta
dan lainnya tentu perlu mendapatkan renungan tersendiri. Adanya tren ini
tentu perlu dipikirkan agar celah – celah bisnis apotek masih bisa
dimanfaatkan. Kerjasama dengan pihak asuransi, bila memang memiliki
potensi layak untuk disusun strateginya.
Isu
terkait obat generik juga layak untuk direnungkan. Adanya 96 % lebih
institusi Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (PusTu) yang menggunakan obat
ini serta 57,8 % di rumah sakit pemerintah, maka patut ditinjau ulang
bagaimanakah tingkat kesembuhan atau perbaikan pasien terhadap obat
tersebut. Bagi bisnis apotek, adanya pharmaceutical record tentu akan sangat membantu dalam evaluasi ini. Hal ini dibutuhkan untuk memberikan second opinion dari segi kefarmasian kepada pasien, yang ujung – ujungnya untuk menciptakan kepercayaan pasien terhadap bisnis apotek.
Kompetisi
di area ring 1 dan 2 (dalam kota dan pinggiran kota) yang sudah terlalu
padat, akan memaksa bisnis apotek bergerak ke area ring 3 (daerah
pinggiran). Atau bahkan arus bisnis apotek dengan modal besar dan sistem
yang telah mapan, akan merangsek ke ring 2 yang mendekati / menjadi
satu dengan bisnis modern market. Ini tentu mengikuti adanya pergeseran customer behaviour strata ekonomi kelas menengah-atas yang lebih banyak berbelanja di modern market daripada traditional market.
INTERNAL
Bisnis
apotek akan dituntut tidak hanya mengedepankan sisi produk saja, baik
terkait harga dan kelengkapannya. Lebih dari itu, pelayanan akan menjadi
tuntutan yang mutlak bagi pasien. Kenyamanan,
kecekatan dan peran konsultan obat sangat memberikan sentuhan yang
nyata. Untuk memenuhi harapan ini, diperlukan tenaga yang tidak saja
pandai, namun komunikatif, cerdas melihat peluang, drug & health adviser,
cekatan dan memiliki kemampuan manajerial yang mumpuni. Apoteker
sebagai tenaga ahli harus dipaksa tampil untuk memenuhi harapan ini.
Saat ini, keberadaan si ahli obat ini masih langka jika tidak ingin
dibilang tiada. Hal ini sebenarnya memunculkan peluang bagi bisnis
apotek lain yang benar – benar di tangani oleh profesi yang memang benar
ahli di bidang obat untuk bisa tampil bersentuhan dengan pasien. Sebuah
data menyebutkan angka kehadiran apoteker di daerah ibukota di apotek
komunitas : TIDAK ADA / TIDAK HADIR 95 %, HADIR (tapi meninggalkan
apotek ketika pengamatan) 5 %. Di kota Medan, 62,5% HADIR 1 X/BULAN,
27,5% HADIR 2-4X/BULAN, 2,5% HADIR 5-10X/BULAN, dan 7,5% HADIR
>10X/BULAN. Tuntutan maksimalisasinya layanan kefarmasian di bisnis
apotek ini dipicu oleh banyaknya pasien yang semakin cerdas,
perkembangan teknologi informasi akibat dominasi oleh strata ekonomi
golongan menengah yang semakin bertumbuh di 2011.
Dalam
hal pemanfaatan teknologi informasi untuk menjangkau pasien lebih luas,
merebaknya jejaring sosial, akses internet yang telah masuk ke ring 2
dan 3 pantas untuk dimaksimalkan guna menjaring konsumen apotek lebih
banyak lagi.
Terbinanya
hubungan dengan berbagai tenaga kesehatan lain, semisal dokter, dokter
gigi dan bidan tentu akan meningkatkan nilai bisnis apotek yang
dijalankan. Hubungan yang baik dengan instansi kesehatan lain, semisal
puskesmas, rumah sakit dan bahkan antar apotek juga akan mendukung
kesuksesan bisnis apotek. Bahkan jika memungkinkan, joint event ke segmen masyarakat akan sangat menguntungkan berbagai pihak. Tahun 2011, tahun penuh tantangan dan peluang...
0 komentar:
Posting Komentar